NU Sidoarjo – Syekh Zainudin al-Malibari dalam kitab Fath al-Mu’in menyebutkan :
يندب الأكل في صوم نفل ولو مؤكدا لإرضاء ذي الطعام بأن شق عليه إمساكه ولو آخر النهار للأمر بالفطر ويثاب على ما مضى وقضى ندبا يوما مكانه فإن لم يشق عليه إمساكه لم يندب الإفطار بل الإمساك أولى
“Disunahkan makan (saat bertamu) ketika sedang berpuasa sunah meskipun sunah muakkad untuk menyenangkan pemilik makanan, bila mempertahankan puasa memberatkan bagi tuan rumah, meskipun sudah berada di akhir waktu siang karena adanya perintah untuk berbuka. Ia akan diberi pahala atas puasa yang telah lewat dan sunah menggantinya di hari yang lain. Namun bila mempertahankan berpuasa tidak memberatkan bagi tuan rumah maka tidak disunahkan berbuka, bahkan lebih utama mempertahankannya,”
Pernyataan serupa juga disebutkan dalam kitab Mughni al-Muhtaj:
فإن كان هناك عذر كمساعدة ضيف في الأكل إذا عز عليه امتناع مضيفه منه، أو عكسه فلا يكره الخروج منه، بل يستحب..أما إذا لم يعز على أحدهما امتناع الآخر من ذلك، فالأفضل عدم خروجه منه، كما في المجموع
“Jika dalam membatalkan puasa tersebut ada udzur, seperti menemani tamu makan jika ia tersinggung bila tuan rumahnya tidak makan atau sebaliknya, maka tidak makruh bahkan dianjurkan membatalkan puasa. Adapun jika tidak tersinggung bila salah satunya menolak untuk makan, maka lebih utama tidak membatalkan puasa sunnah, sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Majmu.”