SIDOARJO, NU Delta | Dalam konteksnya masyarakat madani, berpikir kritis adalah bagian dari salah satu cara berpikirnya seseorang dalam suatu masyarakat untuk merespon seseorang lainnya untuk membangun kemaslahatan bersama. Berpikir kritis ini, berangkat dari analisis fakta untuk membentuk penilaian secara utuh. Sedangkan subjeknya sangat kompleks, termasuk juga ada beberapa definisi yang berbeda terkait dengan konsep ini. Namun pada umumnya mencakup analisis rasional, skeptis, tidak bias (evaluasi bukti faktualnya) dan seterusnya.
Dan perlu menjadi perhatian bersama dalam ruas kehidupan bermasyarakat, kita akan menemui berbagai fenomena kejadian. Feomena ini selalu menghampiri dengan berbagai varian rasanya yang menguras tenaga, pikiran, dan waktu kita. Mengingat juga kehidupan saat ini dipenuhi dengan yang namanya opini recehan, bahkan terkadang adanya narasi sepihak yang mewarnai baranda media sosial kita.
Untuk itu, pentingnya berpikir kritis dalam hal ini akan menjadikan seseorang untuk tidak langsung menerima informasi begitu saja.
Melainkan akan memeriksanya terlebih dahulu, mulai dari informasinya dari mana?…..siapa yang menyampaikannya?….apa tujuannya?…..dan apakah ada bukti yang pendukungnya?…..nilai manfaatnya apa?…..
Ancaman Narasi Palsu dan Propaganda
Mengingat saat ini, banyak juga berita yang dibingkai dengan pilihan kata yang memukau perhatian khalayak. Tujuan utamanya untuk membentuk persepsi tertentu berangkat dari opini recehan, narasi sepihak tanpa adanya tanggungjawab. Sebab ada niat terselubung didalamnya.
Oleh karena itu kemampuan kita berpikir kritis ini akan menjadi perisai diri sepanjang masa. Tanpa adanya berpikir kritis, seseorang akan mudah dimanfaatkan oleh pihak lain dengan niat jahatnya yang terselubung.
Dalam rumus originals-nya “apa yang tampak benar belum tentu benar” begitu pula sebaliknya “apa yang terlihat salah belum tentu salah.”
Sedangkan diantara yang menjadi suatu bukti awal kejahatan terselubung merajalela antara lain sebab adanya manipulasi yang berserakan dan kehadiran propaganda yang bekerjasama dengan memanfaatkan emosi meledak-ledak tanpa kejernihan berpikir, menyederhanakan realitas agar mudah diterima, dan mengulang-ngulang pesan agar diterima sebagai kebenaran yang mutlak.
Hemat katanya, mereka tidak menginginkan masyarakat berpikir terlalu dalam karena dikhawatirkan akan ketahuan niat jahatnya; masyarakat diminta cukup percaya dan patuh saja, tanpa terlalu banyak bertanya yang menimbulkan sangsi nantinya.
Kebebasan Intelektual dan Tindakan Pembebasan
Pada akhirnya disinilah berpikir kritis menjadi ancaman tersendiri bagi mereka. Alasan yang mendasarinya adalah orang yang mampu menganalisis secara benar akan selalu bertanya, bahkan secara tegas menggugatnya, dan pada akhirnya akan bebas dari kendali informasi palsu yang merusak tatanan masyarakat.
Sehingga nilai filosofinya dalam hal ini adalah pentingnya berpijak pada kebebasan intelektual dalam kehidupan bermasyarakat dengan berbagai fenomena kejadian yang selalu menghampiri. Dengan berbagai varian rasanya yang penuh dengan sensasi. Untuk itu, berpikir kritis bukanlah sekadar teknik intelektual semata, akan tetapi suatu tindakan pembebasan dari lingkaran kerusakan. Dan, berpikir kritis, akan membentuk manusia yang tidak sekadar mengikuti arus kehidupan. Melainkan mengantarkan kita mampu menentukan sikap berdasarkan pemahaman yang sadar dengan penuh tanggungjawab.