ولا ريب في أن محبته صلى الله عليه وسلم فرض على كل
موحد مجتهد أو مقلد وبحسب زيادتها ونقصانها تكون زيادة الايمان ونقصانه. (الشرف المؤبد لآل محمد : يوسف بن إسماعيل النبهاني ، ص ، .
Sungguh sangat gamblang bahwa “Mahabbah” kepada Nabi SAW. merupakan suatu kebutuhan ( keharusan) bagi setiap orang yang mengaku beragama, baik mereka yang telah sampai pada level “mujtahid” (ulama) maupun bagi mereka yang masih “awam” ( muqollid). Naik-turunya (fluktuasi) keimanan sangat bergantung pada peningkatan dan penurunan bobot “Mahabbah” kepada Rasulullah.
( Syekh Yusuf Bin Ismail Al Nabhani)
—————————————
” Mahabbah” biasa diartikan sebagai “cinta”, sedangkan kata cinta sendiri merupakan kondisi jiwa yang sulit diterjemahkan dengan kata-kata. Hal tersebut bisa kita lihat dari banyaknya padanan kata “cinta” dalam bahasa Indonesia ; Sayang, Suka, Senang, rindu, Gandrung, terpesona dan sederet kata lain yang merupakan sebab atau akibat munculnya perasaan yang terdiri dari lima huruf itu (c.i.n.t.a).
Jika kita urutkan, cinta tidak muncul secara tiba-tiba, ia memiliki alur cerita dan proses yang cukup panjang. Saya lebih nyaman memaknai “Mahabbah” sebagai berikut :
– Proses belajar mengenal dan menggali sosok Kanjeng Nabi melalui warisan – warisan dan jejak-jejak keilmuan beliau baik berupa riwayat, sejarah dan kader – kader beliau ( para sahabat, Tabi’in, ulama, auliya’, negarawan, pejuang lintas zaman).
– Dalam proses “penggalian” tersebut kita akan mulai memahami , mengenali dan menemukan setapak demi setapak puzzle kekaguman tentang sosok beliau secara utuh dan paripurna, meskipun jarak sang Nabi dengan kita memanjang hingga 14 abad lebih dimana secara logika sangat sulit untuk terkoneksi secara ragawi.
Akan tetapi secara ruhani masih sangat memungkinkan karena dimensi ini melampaui ruang dan waktu. Sebagaimana banyak kisah para sahabat, tabi’in, dan para ulama setelah nya melalui ragam pengalaman spiritual.
– Dari Setetes kekaguman tersebut, secara psikis kita telah memiliki “ruang privat” untuk terus terhubung dengan beliau melalui Sunnah-Sunnah beliau, cara pandang beliau, dan sikap-sikap beliau yang elegan dalam merespon setiap denyut peristiwa selama rentang zaman kenabian.
– Dari tiga poin diatas, cara berpikir kita akan sedikit demi sedikit terbangun sehingga ajaran agama yang telah kita peluk sekian lama bukan hanya menjadi rutinitas harian yang (jujur) kadang memberatkan, merepotkan bahkan tak jarang menimbulkan konflik sektarian antar ormas Islam.
Dengan begitu keberagamaan kita akan lebih bermakna dan dinamis sebab Sunnah Nabi bukan hanya melulu terkait dengan ibadah fisik, tapi juga cara berpikir, cara merespon, dan seni mengelola realitas yang begitu kompleks.
Pada akhirnya anda sendiri akan mampu mendefinisikan apa makna ” Mahabbah” itu, apakah ia merupakan pendaran kekaguman, rasa kedekatan, kerinduan ataukah sekedar dakwaan tanpa bukti, yang jelas, rasa lapar itu akan sirna apabila ada asupan makanan yang masuk ke dalam mulut kita, karena kata-kata tidak mungkin menjadi sumber energi.