SIDOARJO, NU Delta | Di tengah arus modernisasi yang serba cepat, generasi muda dituntut memiliki tidak hanya kecerdasan intelektual, tetapi juga karakter yang kuat dan kesadaran akan nilai-nilai peradaban. Tantangan globalisasi seringkali melunturkan identitas kultural dan spiritual pemuda, sehingga mereka memerlukan wadah yang dapat membentuk pribadi berintegritas, religius, sekaligus progresif.
Dalam konteks inilah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) hadir bukan hanya sebagai organisasi pelajar, tetapi juga sebagai ruang pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai Aswaja (Ahlussunnah wal Jama’ah) serta menumbuhkan tradisi keilmuan dan peradaban.
IPNU-IPPNU : Sekolah Karakter dan Spiritual
Karakter tidak bisa terbentuk hanya dari teori di kelas, melainkan melalui pengalaman berorganisasi, interaksi sosial, dan keteladanan. IPNU-IPPNU menyediakan ruang itu. Melalui kegiatan kaderisasi, pelatihan, hingga aktivitas sosial-keagamaan, pelajar dilatih untuk memiliki sikap disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap sesama.
Kedisiplinan dan tanggung jawab tumbuh dari tradisi organisasi yang terstruktur. Seperti rapat rutin, pengelolaan program, dan pengabdian di masyarakat. Religiusitas dan akhlak mulia tertanam dari basis nilai Aswaja yang menjadi pondasi dalam setiap langkah gerakan. Kepemimpinan dan solidaritas terbentuk dari kerja sama tim, pembagian peran, serta semangat kebersamaan di kalangan pelajar. Dengan demikian, IPNU-IPPNU menjadi laboratorium karakter yang mengasah kecerdasan emosional dan spiritual generasi muda, bukan hanya kecerdasan akademiknya.
Menjaga Tradisi dan Membangun Peradaban
Peradaban tidak lahir dalam ruang hampa, melainkan dari proses panjang pendidikan, budaya, dan nilai-nilai yang diwariskan. Sebagai organisasi pelajar yang berakar pada tradisi Nahdlatul Ulama, IPNU-IPPNU memegang peran penting dalam membangun peradaban yang moderat, inklusif, dan berkeadaban.
Peradaban ilmu dijaga melalui tradisi belajar, diskusi, dan penguatan literasi di kalangan pelajar. Peradaban budaya dilestarikan melalui seni, tradisi keagamaan, dan kearifan lokal yang terus dihidupkan dalam kegiatan organisasi. Sementara itu, peradaban sosial diwujudkan melalui gerakan kepedulian sosial, seperti bakti masyarakat, penggalangan dana kemanusiaan, serta kegiatan pemberdayaan pelajar dan santri. Dengan peran ini, IPNU-IPPNU bukan hanya menjadi organisasi internal pelajar NU, tetapi juga kontributor nyata bagi peradaban bangsa Indonesia yang berlandaskan keimanan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Kritik Internal dan Tantangan ke Depan
Namun, idealisasi tersebut tidak menutup mata pada kenyataan bahwa IPNU-IPPNU juga menghadapi sejumlah tantangan. Kritik internal ini penting agar organisasi tidak hanya berpuas diri, tetapi terus berbenah.
1. Kaderisasi belum merata – masih ada wilayah di mana IPNU-IPPNU hanya kuat secara formalitas, namun lemah dalam pelaksanaan kaderisasi berkualitas.
2. Minim literasi digital – di era teknologi, sebagian besar program belum maksimal memanfaatkan media digital untuk pendidikan karakter dan dakwah intelektual.
3. Kendala regenerasi dan motivasi – beberapa pelajar hanya menjadikan IPNU-IPPNU sebagai formalitas tanpa komitmen jangka panjang, sehingga regenerasi kadang tidak berkesinambungan.
4. Keterbatasan inovasi program – kegiatan sering berulang pada pola lama, seperti pelatihan dan lomba, tanpa terobosan kreatif yang benar-benar menjawab kebutuhan zaman.