SIDOARJO – Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Falakiyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sidoarjo, Ustadz Choirul Anam mengatakan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan NU memakai metode rukyatul hilal karena sesuai dengan hadist nabi yang mewajibkan umat Islam untuk berpuasa ketika melihat hilal.
Hal tersebut disampaikan oleh Ustadz Choirul Anam saat podcast bersama NU Delta di lantai 10 Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Sidoarjo, Rabu (22/03/2023) sore.
“Jika hilal tidak terlihat karena mendung maka bulan Syaban disempurnkan tiga puluh hari, ” ujarnya.
Metode rukyatul hilal untuk menetapkan awal dan akhir bulan qomariyah juga telah diputuskan pada Muktamar NU ke-29 tahun 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keputusan muktamar tersebut terus dievaluasi sampai di muktamar ke-34 Lampung memutuskan tinggi hilal minimal harus dua derajat. Sementara tiga derajat sudut elongasi (sudut diagonal bulan dan matahari) dan umur bulan harus delapan jamjam setelah ijtima.
“Sehingga rumusnya disingkat 238. Dua tinggi hilal, tiga sudut elongasi dan delapan jam umurnya, ” terangnya.
Dalam perkembangannya pemerintah menetapkan tinggi hilal harus tiga derajat dan sudut elongasinya enam koma empat derajat. Pada kesempatan ini Ustadz Choirul menceritakan sekitar lima sampai tujuh tahun lalu, LF PCNU Sidoarjo mengadakan rukyatul hilal di Watukosok Pasuruan.