Legitimasi Tradisi Rebo Wekasan

banner 970x250

Oleh: Muh. Fiqih Shofiyul Am

(Sekertaris LBM MWC NU Tanggulangin sekaligus TIM Aswaja Center PCNU Sidoarjo)

Rebo wekasan merupakan istilah masyarakat jawa yang menyebut hari rabu terakhir dibulan safar. Disebut wekasan karena arti dari wekasan dalam Bahasa jawa adalah pungkasan atau akhiran. Rebo wekasan menjadi sebuah tradisi yang berkembang di masayrakat jawa, mereka menganggap bahwa di hari rebo wekasan masyarakat harus melakukan ritual tertentu meliputi sholat hajat, bancaan, dan membaca doa khusus, karena mereka menganggap bahwa di hari itu langit menurunkan berbagai macam wabah dan bencana yang abstrak yang entah nanti akan bisa menimpa seseorang entah secara personal atau komunal.

Persepsi ini bukan merupakan sekedar Folklore atau hanya sekedar mitos yang tidak mempunyai sumber data atau bahkan napak tilas. Persepsi hari nahas yang disematkan kepada rebo wekasan berawal dari anggapan masyarakat jahiliyah bahwa bulan safar merupakan bulan yang membawa sial sebagaimana keterangan Ibn Rajab al-Hanbali dalam kitabnya, oleh karena anggapan kesialan tersebut sebagian masyarakat jahilyah enggan untuk bepergian dibulan safar karena khawatir jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan diperjalanannya, dan secara eksplisit Ibn Rajab juga mencontohkan fenomena anggapan adanya hari nahas dengan  hari rabu yang dianggap sebagai hari sial oleh sebagian orang  (Lihat Latha’if al-Ma’arif fi ma li Mawasimi al-Aam min al-Wadza’if, Juz. Hal. 70. Shamela).

Baca Juga  Polemik Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *