Lulusan SMA 2025: Siap Kerja atau Sekadar Lulus?

Oleh: Rahmad Sugianto, M.Pd. (SMA Wachid Hasyim 2 Taman)

Tahun 2025 seharusnya menjadi era baru bagi pendidikan menengah kita. Kurikulum Merdeka yang digadang-gadang mampu melahirkan siswa yang adaptif, kreatif, dan siap menghadapi tantangan masa depan telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir. Tapi mari kita jujur: apakah lulusan SMA hari ini benar-benar siap kerja? Ataukah mereka hanya sekadar lulus, mengantongi ijazah, lalu bingung mau ke mana?

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan ironi besar: tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SMA dan SMK. Bahkan, pengamat ketenagakerjaan Tadjuddin Noer Effendi secara terang-terangan menyebut bahwa lulusan pendidikan menengah justru paling banyak menganggur. Harusnya jadi tulang punggung produktivitas, malah jadi kelompok pencari kerja terbesar.

Masalah utamanya? Keterampilan praktis dan kesiapan kerja yang masih minim. Lulusan SMA, dalam banyak kasus, belum dibekali kemampuan yang relevan dengan dunia kerja. Mereka cakap menjawab soal pilihan ganda, tapi gagap saat diminta menyusun laporan sederhana atau menghadapi wawancara kerja.
Penelitian Mahasin dan rekan-rekannya (2023) di SMKN 1 Singosari misalnya, membuktikan bahwa pelatihan keterampilan lunak seperti tanggung jawab, fleksibilitas, komunikasi, dan keselamatan kerja lewat program SISKa bisa meningkatkan kesiapan siswa untuk terjun ke dunia kerja. Sayangnya, belum semua sekolah punya program semacam itu.

Masalah lain: lulusan SMA seringkali miskin soft skills. Padahal, dunia kerja hari ini tak lagi hanya menilai seberapa pintar seseorang dalam teori. Justru kemampuan berkomunikasi, bekerja dalam tim, menyelesaikan konflik, dan beradaptasi jadi syarat utama. Sebuah studi yang dilakukan Asmahani dan Suhana (2022) menguatkan ini: interpersonal dan intrapersonal skills punya kontribusi besar dalam kesiapan kerja.
Jangan lupakan peran lingkungan.

Baca Juga  Ketika KH. Hasyim Asy’ari Menolak Jadi Presiden Indonesia

Riset Ningsih dkk (2021) membuktikan bahwa dukungan sosial dari keluarga, guru, bahkan teman sebaya punya pengaruh besar terhadap rasa percaya diri siswa dalam menghadapi dunia kerja. Jadi, menyiapkan siswa bukan hanya urusan sekolah saja, tapi juga keluarga dan masyarakat.

Lalu bagaimana dengan pengalaman kerja nyata? Praktik kerja industri (PKL) atau magang terbukti ampuh meningkatkan kesiapan siswa. Penelitian Vionalita dan Oknaryana (2023) di SMKS Budi Dharma Dumai menunjukkan bahwa siswa yang pernah magang punya kesiapan kerja yang lebih tinggi. Sayangnya, tidak semua sekolah menjalin kerja sama baik dengan dunia industri.

Di era digital ini, satu hal yang juga tak boleh diabaikan adalah literasi digital. Generasi Z yang kini duduk di bangku SMA tumbuh bersama internet. Tapi bukan berarti mereka otomatis siap menggunakan teknologi untuk produktivitas. Riset Fidiawati dkk (2023) membuktikan bahwa literasi digital, jika dikembangkan dengan baik bersama motivasi belajar dan pengalaman kerja, bisa menjadi modal besar untuk kesiapan kerja siswa.

Lalu, apa yang bisa dilakukan?
Pertama, pemerintah dan sekolah perlu memastikan bahwa soft skills dan literasi digital benar-benar diajarkan dan dipraktikkan di kelas. Bukan sekadar teori, tapi lewat proyek nyata, diskusi, dan interaksi aktif.

Writer: Rahmad SugiantoEditor: Boy Ardiansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *