Risti Wiludjeng Muljasari, S.Pd. (Guru SMA Wachid Hasyim 2 Taman)
Di tengah kehidupan masyarakat Jawa, Megengan menjadi tradisi yang sarat makna menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Kata megengan sendiri berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “menahan” atau “mengendalikan diri”, sebagai simbol kesiapan menyambut bulan puasa dengan hati yang bersih dan penuh kesabaran. Tradisi ini diwarisi secara turun-temurun dan sering dirayakan dengan berbagi makanan khas, terutama apem dan pisang, yang memiliki filosofi mendalam.
Apem, kue berbahan dasar tepung beras, santan, dan gula, dipercaya sebagai simbol permohonan maaf dan penyucian diri. Kata apem berakar dari kata afw dalam bahasa Arab yang berarti ampunan. Oleh karena itu, menyajikan dan membagikan apem dalam tradisi Megengan mencerminkan harapan agar segala kesalahan diampuni sebelum memasuki bulan suci.
Sementara itu, pisang dalam budaya Jawa memiliki filosofi yang tak kalah dalam. Pisang sering dihubungkan dengan kesuburan, keberkahan, serta keikhlasan dalam berbagi. Dalam setiap tandan pisang, buahnya selalu tumbuh berkelompok dan saling menyokong satu sama lain, melambangkan persaudaraan dan kebersamaan dalam kehidupan sosial.
Puncak dari tradisi Megengan di beberapa daerah di Jawa diwujudkan dalam acara Gunungan Apem Pisang. Gunungan ini disusun dari ratusan apem dan pisang yang kemudian diarak dan didoakan sebelum dibagikan kepada masyarakat. Bentuk gunungan melambangkan doa dan harapan yang dipanjatkan ke langit, sebagai bentuk syukur dan permohonan berkah. Pembagian apem dan pisang juga mencerminkan nilai gotong royong serta semangat berbagi, yang menjadi inti dari ajaran Islam dan budaya Jawa.