Fenomena Childfree menjadi santer kembali setelah Gita Savitri,salah satu pegiat sosial media mengeluarkan pernyataan saat ia dipuji awet muda, ia mengatakan bahwa diantara resep anti aging-nya adalah memilih untuk childfree. Childfree merupakan pilihan seseorang dengan pasangannya untuk mengarungi bahtera rumah tangga tanpa perlu memiliki anak sendiri. Dari sini bisa kita pahami bahwa, bisa jadi mereka menikah dan memutuskan tanpa memiliki anak dalam kehidupan mereka, tapi justru memilih untuk mengasuh anak orang lain atau malah tidak ingin mengasuh anak sama sekali. Pilihan tersebut selama bersifat individu, tanpa ada paksaan dari pihak manapun, dan keduanya sadar dengan pilihan tersebut, adalah boleh dan sama sekali tidak melanggar norma atau ajaran apapun dalam Islam.
Hal ini bisa dianalogikan dengan hukum menikah itu sendiri. Di mana salah satu tujuan menikah adalah dalam rangka melestarikan keturunan yang baik. Menikah sebagai induk dari kelestarian keturunan memiliki beberapa hukum, diantaranya adalah mubah atau sunnah. Artinya, orang yang memilih untuk tidak menikah, menurut mayoritas ulama, dianggap tidak melanggar hukum. Sementara memilih tidak menikah, karena alasan individu tentu diperbolehkan. Dalam sejarahnya, kita ketahui bahwa banyak ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya. Logika sederhananya adalah jika tidak menikah saja diperbolehkan, maka turunan hukumnya adalah bahwa orang yang menikah dan memilih tidak punya anak juga diperbolehkan.
Permasalahannya adalah para penganut childfree terkadang melakukannya sebagai gerakan sosial secara terbuka dan masif. Mereka mengkampanyekannya di ruang public seperti media sosial. Maka, orang yang berniat membanggakan diri, apalagi dengan sikap merendahkan pilihan orang lain, tentu saja tidak diperbolehkan dalam Islam. Ini mencakup semua aspek, tidak hanya terkait keinginan tidak memiliki anak.
Fitrah-fitrah dalam kehidupan manusia sangat beragam, di antaranya adalah keinginan mengembangkan potensi diri, memiliki rasa nyaman, kebebasan menentukan pilihan tertentu, ingin berkiprah membantu orang lain, dan melahirkan juga bagian dari fitrah manusia khususnya perempuan. Artinya, jika melahirkan dan memiliki anak dianggap sebagai satu-satunya fitrah, maka memilih tidak memiliki anak dianggap menyalahi fitrah. Namun, jika kita menyadari bahwa fitrah manusia itu beragam, maka yang terjadi adalah konflik antar berbagai fitrah manusia. Konsekuensinya adalah pilihannya tersebut untuk kebaikan diri maupun orang lain, atau sebaliknya pilihannya justru akan menyusahkan diri dan merugikan orang lain? Childfree bisa menjadi berkah jika ia wujudkan dengan mengasuh anak-anak yang terlantar misalnya. Childfree sebagai pilihan individu, mungkin, bukan pilihan yang ideal jika dibenturkan dengan norma-norma dalam Islam. Namun, ia tidak bisa dianggap haram, kecuali jika menjadikannya gerakan masif dengan merendahkan pilihan orang lain.