Menjadi Guru Inspiratif di Tengah Tantangan Etika Anak Didik untuk Meraih Prestasi

Oleh: Ifa Ratnasari,S.Sos.I,S.E

Menjadi guru di era modern bukanlah perkara mudah. Di tengah kemajuan teknologi, derasnya arus informasi, dan perubahan gaya hidup, tantangan yang dihadapi para pendidik semakin kompleks, terutama dalam hal etika anak didik. Banyak guru mengeluhkan menurunnya rasa hormat, kedisiplinan, serta tanggung jawab siswa dalam belajar. Namun, justru di sinilah peran guru inspiratif menjadi sangat penting. Guru yang mampu menjadi teladan, motivator, sekaligus pembimbing yang bijak akan mampu mengubah tantangan menjadi prestasi.

Guru inspiratif tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi. Ia mampu menyentuh hati muridnya dan membimbing mereka untuk tumbuh menjadi pribadi yang unggul, tidak hanya secara akademik tetapi juga dalam karakter. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…”
(QS. Al-Ahzab: 21)

Ayat ini menjadi landasan bahwa seorang pendidik ideal adalah yang mampu menjadi teladan bagi murid-muridnya, sebagaimana Rasulullah SAW menjadi panutan umat. Guru inspiratif memahami bahwa setiap anak memiliki latar belakang, karakter, dan masalah yang berbeda. Ketika etika anak didik mulai merosot, guru tidak lantas menyerah, apalagi menghukum tanpa memahami. Ia mencari akar masalah, membangun komunikasi yang hangat, dan menanamkan nilai-nilai luhur melalui tindakan nyata, bukan hanya kata-kata. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad)

Maka tugas guru sejatinya adalah melanjutkan misi kenabian dalam menanamkan akhlak mulia kepada peserta didik. Di tengah tantangan etika, guru inspiratif fokus pada pendekatan humanis. Ia menjadikan ruang kelas sebagai tempat yang aman dan menyenangkan untuk belajar. Ia menghindari kekerasan verbal maupun fisik, dan lebih mengutamakan keteladanan, kesabaran, dan dialog. Guru yang demikian mampu membangkitkan semangat belajar siswa, bahkan yang semula dianggap “nakal” atau “tidak punya harapan”.

Baca Juga  Implementasi Surat Edaran Nomor: 400.3/1308/438.5.1/2025 Tentang Pelaksanaan Pembelajaran Di Luar Kelas (Outdoor Learning) Di Satuan Pendidikan Kabupaten Sidoarjo

Guru inspiratif juga peka terhadap potensi siswa. Ia tidak hanya mengejar nilai ujian, tetapi juga mengembangkan bakat, kreativitas, dan kepercayaan diri anak didik. Ia memberi apresiasi pada setiap pencapaian, sekecil apa pun. Dengan cara ini, anak-anak merasa dihargai dan termotivasi untuk terus berkembang. Di sinilah awal mula lahirnya prestasi, baik secara individu maupun kolektif.

Untuk menjadi guru seperti ini, diperlukan niat yang tulus, komitmen yang kuat, dan semangat belajar yang terus menerus. Guru inspiratif tidak pernah berhenti memperbaiki diri, meningkatkan kompetensi, dan memperluas wawasan. Ia menyadari bahwa mendidik bukan hanya soal metode, tetapi tentang hati dan keikhlasan.
Akhirnya, menjadi guru inspiratif di tengah tantangan etika anak didik bukanlah sesuatu yang mustahil. Justru di sanalah letak kemuliaan profesi guru. Dengan menjadi inspirasi, guru tidak hanya mencetak prestasi, tetapi juga membentuk generasi yang beretika, cerdas, dan berakhlak mulia yang akan menjadi pilar masa depan bangsa. Read: Ifa.R

Writer: Ifa RatnasariEditor: Boy Ardiansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *