Menjadi Muslim Produktif di Era Kelelahan Digital

banner 468x60

Oleh : Ifa Ratnasari,S.Sos.I,S.E

Di zaman sekarang, hampir seluruh aktivitas manusia terhubung dengan layar: bekerja, belajar, berkomunikasi, bahkan beribadah. Konektivitas digital memang membawa kemudahan luar biasa, namun di balik itu semua tersembunyi tantangan baru kelelahan digital. Keletihan akibat terlalu lama berada di depan layar, tekanan notifikasi tanpa henti, dan ritme hidup yang serba cepat membuat banyak orang merasa jenuh, tertekan, dan kehilangan arah. Dalam kondisi ini, muncul satu pertanyaan penting: bagaimana menjadi seorang Muslim yang tetap produktif dan bermakna di era kelelahan digital?

banner 468x60

Islam sejak awal telah mengajarkan keseimbangan hidup: antara dunia dan akhirat, antara kerja dan istirahat, antara dzikir dan pikir. Konsep wasathiyah (moderat) dalam Islam sejatinya menjadi kunci untuk menghadapi tantangan era ini. Menjadi produktif bukan berarti terus-menerus sibuk, tetapi mampu mengelola waktu, tenaga, dan pikiran dengan bijak agar tidak terjebak dalam rutinitas yang kosong makna.

Produktivitas seorang Muslim di era digital perlu dimulai dari niat yang benar. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari dan Muslim). Aktivitas seperti bekerja dengan laptop, belajar melalui Zoom, atau mengelola media sosial bisa menjadi ibadah jika diniatkan untuk kebaikan, dakwah, dan kebermanfaatan umat.

Namun, niat saja tidak cukup tanpa disiplin. Di tengah arus informasi yang deras, seorang Muslim perlu punya kontrol diri self-regulation untuk tidak tenggelam dalam distraksi digital. Membuat jadwal harian, membatasi waktu media sosial, serta menyisihkan waktu khusus untuk beribadah tanpa gangguan gadget adalah langkah-langkah kecil yang bisa membawa dampak besar bagi kualitas hidup.

Selain itu, penting untuk menjaga hubungan spiritual secara aktif. Di saat jiwa lelah karena rutinitas digital, dzikir, shalat, dan tilawah Al-Qur’an menjadi oase ketenangan yang menyegarkan. Jangan menunggu tenang untuk beribadah, tapi beribadahlah agar hati menjadi tenang. Di sinilah letak keistimewaan seorang Muslim: produktivitasnya tidak hanya diukur dari capaian duniawi, tetapi juga dari ketenangan hati dan kedekatannya pada Allah SWT.

Baca Juga  Mengulas Tradisi Megengan

Kelelahan digital bukan hanya soal fisik dan mata yang lelah, tetapi juga soal jiwa yang kehilangan arah. Oleh karena itu, menjadi Muslim produktif berarti mampu menjadikan teknologi sebagai alat, bukan tuan. Kita yang mengendalikan waktu, bukan sebaliknya.

Mari kita renungkan, seberapa sering kita membuka ponsel untuk hal yang tak penting, sementara Al-Qur’an yang ada di rumah jarang disentuh? Seberapa sering kita membaca pesan singkat, tapi lalai membaca ayat-ayat Allah? Di sinilah pentingnya digital mindfulness dalam Islam: kesadaran untuk tetap terhubung dengan Allah, meskipun dunia terus bergerak cepat.

Menjadi Muslim produktif di era kelelahan digital bukanlah perkara mudah, tapi sangat mungkin. Dengan niat yang lurus, manajemen waktu yang baik, serta komitmen spiritual yang kuat, kita bisa tetap menjadi pribadi yang bermanfaat bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi masyarakat dan umat.

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *