Menjadi Pengguna Media Sosial yang Berakhlak Mulia di Era 5.0

Oleh: Ifa Ratnasari,S.Sos.I,S.E

Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat membawa umat manusia memasuki era baru yang disebut Society 5.0, di mana teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Pada era ini, manusia tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga harus menjadi pengelola dan penentu arah kemajuan teknologi untuk kemaslahatan bersama. Salah satu aspek penting dalam kehidupan digital saat ini adalah penggunaan media sosial, yang menjadi sarana komunikasi, informasi, hiburan, hingga edukasi.

Namun di balik manfaat besar tersebut, media sosial juga membawa tantangan, terutama terkait dengan etika dan akhlak pengguna. Di sinilah pentingnya membangun kesadaran agar sebagai Muslim, kita tetap menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dalam bermedia sosial. Akhlak mulia bukan hanya ditampilkan dalam kehidupan nyata, tetapi juga harus tercermin dalam dunia maya.

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini sangat relevan dengan situasi media sosial saat ini. Ujaran kebencian, fitnah, hoaks, dan komentar kasar sering kali menjadi makanan sehari-hari di berbagai platform digital. Maka, menjadi pengguna media sosial yang berakhlak mulia berarti menyaring setiap kata dan konten sebelum dibagikan kepada publik.

Beberapa prinsip dasar etika digital dalam perspektif Islam antara lain:

  1. Tabayyun (Verifikasi Informasi) – Tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
  2. Menjaga Lisan (Komentar) – Menulis komentar yang baik, tidak provokatif atau menyakiti hati orang lain.
  3. Menjaga Privasi – Tidak membuka aib sendiri atau orang lain di media sosial.
  4. Menyebarkan Kebaikan – Menggunakan media sosial sebagai sarana dakwah, edukasi, dan motivasi positif.
Baca Juga  Ya Cholil, Ya Dhuyuf Al-Rahman

Sebagai generasi Muslim yang hidup di era 5.0, kita dituntut untuk tidak hanya cakap digital tetapi juga beradab dalam dunia digital. Literasi digital harus dibarengi dengan literasi moral. Kita tidak bisa hanya berfokus pada kecepatan akses dan popularitas konten, tetapi juga harus memperhatikan dampak sosial dan spiritual dari setiap unggahan.

Menghadapi tantangan ini, madrasah dan lembaga pendidikan Islam memiliki peran strategis untuk memberikan edukasi tentang etika digital. Pelajaran tentang akhlak tidak cukup hanya dibahas di kelas, tetapi harus diterapkan dalam praktik penggunaan teknologi. Guru, orang tua, dan masyarakat perlu bersama-sama membangun budaya digital yang sehat dan islami.

Sebagai penutup, media sosial bisa menjadi ladang pahala atau sebaliknya, tergantung dari bagaimana kita menggunakannya. Jadilah pengguna yang bijak, berbudi pekerti, dan menjunjung tinggi akhlak mulia. Dunia digital bukan tempat tanpa batas—di sana tetap berlaku hukum-hukum Allah SWT. Maka, mari kita menjadi duta Islam di dunia maya, yang menyebarkan nilai-nilai kasih sayang, kejujuran, dan kedamaian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *