Oleh: Ayung Notonegoro*
Kabupaten Sidoarjo dapat dikatakan sebagai penyangga utama episentrum berdirinya Nahdlatul Ulama. Posisinya yang berada di perlintasan Surabaya – Jombang, mau tak mau turut menjadi faktor-faktor yang terlibat dalam dinamika tersebut. Baik secara personal ketokohan atau faktor sosiologis lainnya.
Dalam sejumlah literatur, memang tak banyak yang menyebut nama tokoh-tokoh asal Sidoarjo yang terlibat aktif dalam dinamika awal berdirinya NU. Akan tetapi, bukan berarti Sidoarjo lantas menjadi daerah “antah berantah” tanpa kontribusi apapun. Setidaknya, ada faktor sosiologis yang memicu awal mulanya NU.
Nahdlatul Ulama berdiri tak melulu dalam rangka vis a vis melawan Wahabi yang mengganggu praktik-praktik Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang bermadzhab Syafiiyah serta menghormati tiga madzhab fiqih lainnya. Tapi, juga dipicu adanya kemerosotan dakwah keislaman.
KH. Abdul Wahab Chasbullah, salah satu pendiri dan penggerak NU, telah melakukan riset yang cukup mendalam perihal turunnya jumlah santri di pesantren/ madrasah dalam jangka waktu 40-50 tahun sebelum berdirinya NU. Dalam edisi perdana Swara Nahdlatoel Oelama (SNO), Nomor 1, Tahun I, Muharram 1346 H, penelitian tersebut dipublikasikan.