Penulis : Elvandari Solina Astandi, S.Pd (Guru di SMP Islam Tanwirul Afkar)
SURABAYA, NU Delta | Transformasi digital dalam dunia pendidikan bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah keniscayaan. Menyongsong era kecerdasan artifisial (AI) yang kian pesat. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikdasmen melalui Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah menyelenggarakan Bimbingan Teknis Training of Trainers (ToT). Bertemakan Koding dan Kecerdasan Artifisial Batch 3 di dua lokasi berbeda di Kota Surabaya.
Pelatihan untuk jenjang pendidikan dasar digelar pada 13–18 Mei 2023 di Wyndham, sementara untuk jenjang pendidikan menengah berlangsung pada 14–19 Mei 2023 di Platinum Tunjungan. Kegiatan ini menghadirkan total 232 peserta. Terdiri atas 160 instruktur dari Lembaga Penyelenggara Diklat (LPD) dan 72 peserta dari Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK).
Sebagai bagian dari program prioritas Kemendikdasmen dalam memperkuat kapasitas guru dan tenaga kependidikan. Bimtek ini bertujuan menyiapkan para instruktur terlatih untuk menjadi pendamping guru-guru di berbagai daerah dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis digital. Khususnya dalam penguasaan koding dan kecerdasan artifisial.
Menyiapkan Garda Terdepan Transformasi Digital Pendidikan
Dalam pemaparan materi, Dr. Taufik Damarjati, MT dari Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar) menegaskan. Penyusunan mata pelajaran Informatika, khususnya modul tentang koding dan AI, menggunakan pendekatan yang berpusat pada manusia (human-centered approach). Artinya, teknologi dikembangkan dan dimanfaatkan tidak semata-mata untuk kecanggihan teknis, melainkan tetap menempatkan manusia sebagai pengendali utama.
Beberapa acuan penting dalam pengembangan kurikulum ini antara lain adalah UNESCO ICT Competency Framework for Teachers 2018. CSTA K–12 Computer Science Standards 2017. UNESCO AI Competency Framework for Students 2024. dan UNESCO K–12 AI Curriculum 2022. Kurikulum ini dirancang agar fleksibel, dapat diterapkan baik secara internet-based, plugged, maupun unplugged, sehingga tetap relevan dan kontekstual di berbagai kondisi satuan pendidikan.
Taufik menekankan bahwa etika digital dan kewargaan digital (digital citizenship) harus menjadi komponen utama dalam pembelajaran berbasis AI. “Kecerdasan buatan bukanlah entitas yang netral. Ia akan tergantung pada data dan instruksi manusia. Maka, tanggung jawab moral dalam penggunaannya menjadi sangat penting,” tegasnya.
Materi koding dan AI dalam kurikulum Informatika juga disesuaikan dengan kemampuan dan jenjang usia peserta didik. Pada kegiatan bimbingan teknis ini terbagi menjadi Fase C-D-E-F. Untuk jenjang SD dan SMP, pembelajaran diarahkan pada pengenalan logika algoritma secara sederhana. Ini melalui proyek-proyek kreatif seperti penggunaan Scratch atau perangkat visual lainnya. Mereka diajak berpikir komputasional (computational thinking) dengan cara yang menyenangkan dan aplikatif.
Peserta didik mulai dikenalkan dengan konsep pemrograman berorientasi objek (Object-Oriented Programming), pengembangan aplikasi sederhana. Siswa juga diajak memahami bagaimana AI bekerja. Mulai dari pengenalan pola, pemrosesan data, hingga membangun AI sederhana. Tujuannya adalah membangun pemahaman bahwa AI bukanlah ‘sihir’, melainkan sistem buatan manusia yang harus diawasi dan dikembangkan secara bijak.