Meresapi Kriteria Faqir-Kaya dalam Perspektif Fiqih dan Dimensi Psikologis

banner 970x250

Oleh : Ustadz Zainal Abidin (Wakil Rais Syuriah MWCNU Tarik)

Pertanyaan yang sering muncul dalam forum ngaji Fathul Muin menyoroti permasalahan umum: orang yang sebenarnya mampu tapi mengklaim diri miskin. Penjelasan yang disampaikan menyatakan bahwa klaim tersebut lebih terkait dengan faktor mental, di mana keserakahan terhadap harta mencerminkan kondisi mental seseorang yang selalu merasa tidak cukup sebelum memiliki segalanya.

Dalam konteks ini, zakat, sebagai kewajiban sosial dalam Islam, memiliki prinsip yang menarik. Telah disepakati oleh para ulamak bahwa zakat tidak diberikan oleh orang miskin kepada orang kaya. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menyatakan bahwa zakat diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin. Hal ini bertujuan untuk memperkaya orang miskin dan menghindarkan orang kaya dari tanggung jawabnya.

Namun, pertanyaan muncul: siapa yang dianggap kaya dalam konteks ini dan bagaimana definisi kekayaan diterapkan?

Mayoritas ulama sepakat bahwa zakat wajib atas harta, tergantung pada kepemilikan nisab dan lewatnya satu tahun. Mereka yang memenuhi nisab dan telah lewat satu tahun maka wajib membayar zakat, baik kaya maupun miskin. siapa pun yang memenuhi nisob maka wajib membayar zakat, meskipun ia miskin, dan berhaknya seseorang atas zakat tidak menghalanginya untuk tetap wajib zakat.

Baca Juga  Rumus Kelapangan Rizki Dalam Bingkai Kecerdasan Nabawi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *