Pendidikan Inklusif dalam Kurikulum Jepang: Belajar dari buku Totto-chan Gadis Cilik di Jendela

banner 468x60

Penulis : Elvandari Solina Astandi, S.Pd (Guru di SMP Islam Tanwirul Afkar)

Sistem pendidikan yang baik adalah sistem yang tidak hanya mengutamakan akademik tetapi juga memperhatikan perkembangan emosional, sosial, dan kreativitas siswa. Jepang adalah salah satu negara yang berhasil mengembangkan pendidikan inklusif dengan memberikan ruang bagi setiap anak untuk berkembang sesuai potensinya. Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi, yang merupakan kisah nyata dari masa mudanya memberikan gambaran nyata bagaimana pendidikan di Jepang dapat memfasilitasi inklusi, menghargai keunikan anak, dan membangun kepercayaan diri mereka. Kisah ini merupakan pengalaman nyata yang dialami oleh penulis selama masa mudanya yang menghabiskan pendidikan dasar di salah satu sekolah bernama Tomoe Gakuen.

banner 468x60

Melalui kisah di Sekolah Tomoe Gakuen yang dipimpin oleh kepala sekolah Sosaku Kobayashi, kita akan melihat bagaimana sistem pendidikan dapat dirancang agar lebih fleksibel, personal, dan inklusif. Dari metode belajar yang unik, sarana prasarana yang tidak biasa, sistem olahraga yang mendukung anak berkebutuhan khusus, serta pembelajaran berbasis kodrat alam dan kontekstual. Novel ini menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana seharusnya pendidikan dirancang.

Salah satu keunikan Tomoe Gakuen adalah kebebasan bagi murid untuk memilih pelajaran yang mereka ingin pelajari lebih dulu.

 “Kalian boleh mulai dari pelajaran mana saja yang kalian suka!” (Sosaku Kobayashi).

“Sekolah itu menerapkan cara belajar yang menarik, seperti di awal jam pelajaran pertama, guru membuat daftar semua mata pelajaran di papan tulis.” .

Dalam sistem pendidikan konvensional, kurikulum disusun secara ketat dengan jadwal yang harus diikuti semua siswa tanpa pengecualian. Namun, Kobayashi memahami bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda. Dengan membiarkan siswa memilih sendiri urutan pelajaran, mereka dapat belajar dengan lebih nyaman dan termotivasi. Dalam buku tersebut dikisahkan bahwa anak-anak dapat membuat jadwal mereka Pendekatan ini mencerminkan prinsip student-centered learning, yang kini semakin banyak diterapkan dalam sistem pendidikan modern. Pendidikan yang fleksibel seperti ini memberi ruang bagi anak untuk mengeksplorasi minatnya sejak dini, tanpa tekanan untuk selalu mengikuti standar yang seragam.

Baca Juga  Daftar Tunggu Haji di Indonesia

Di banyak sekolah, anak yang dianggap “berbeda” sering kali dicap sebagai anak nakal atau bermasalah. Totto-chan sendiri mengalami hal ini ketika ia dikeluarkan dari sekolah sebelumnya karena dianggap terlalu hiperaktif. Namun, di Tomoe Gakuen, dia justru diterima dengan penuh kehangatan.

“Kau benar-benar gadis baik, nak.” (Kobayashi kepada Totto-chan setelah mendengarkan ceritanya selama 4 jam).

“Ibu guru menganggap Totto-chan nakal, padahal gadis cilik itu hanya punya rasa ingin tahu yang besar.” (Bab 1).

Kepala sekolah Kobayashi menunjukkan bahwa mendengarkan anak-anak adalah bagian penting dari pendidikan. Alih-alih langsung menilai mereka dari perilaku luar, ia berusaha memahami latar belakang dan kepribadian setiap murid. Di mana guru dan kepala sekolah berperan sebagai fasilitator yang membimbing anak-anak berkembang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *