Penulis : Rahmad Sugianto, M.Pd.
Di salah satu sudut pasar Madinah, seorang pengemis tua yang buta duduk sambil berteriak dengan penuh kebencian. Setiap kali orang mendekatinya, ia memperingatkan mereka agar menjauhi seseorang bernama Muhammad. Dengan suara lantang, ia berkata, “Jangan dekati Muhammad! Dia orang gila, pembohong, dan tukang sihir. Jika kalian mendekatinya, kalian akan dipengaruhinya.” Kata-kata itu terus diulanginya setiap hari, tanpa pernah ia sadari siapa yang sebenarnya ia hina.
Kabar tentang pengemis ini sampai ke telinga Nabi Muhammad SAW. Namun, alih-alih marah atau membalas dendam, Rasulullah memilih jalan yang penuh kasih. Setiap pagi, beliau datang ke tempat pengemis itu dengan membawa makanan. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Nabi SAW menyuapi pengemis tersebut dengan penuh kelembutan. Sementara itu, pengemis itu tetap saja mengulang hinaannya, tanpa tahu bahwa orang yang sedang menyuapinya adalah Muhammad, sosok yang ia caci maki.
Keikhlasan dan kasih sayang Nabi berlanjut hingga akhir hayatnya. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, kebiasaan ini terhenti. Suatu hari, Abu Bakar ra, sahabat setia Nabi, bertanya kepada putrinya, Aisyah ra, apakah masih ada sunnah Rasulullah yang belum ia jalankan. Aisyah pun menjelaskan tentang kebiasaan Nabi memberi makan pengemis buta di pasar.