SIDOARJO, NU Delta | Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, perempuan telah berperan aktif dalam kehidupan keagamaan, termasuk mengikuti kajian langsung bersama Rasulullah.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam sejak awal menghargai partisipasi perempuan di ruang publik, asalkan dalam koridor syariat.
Kisah inspiratif dalam kitab Uqudul Lujain menjadi contoh betapa kuatnya cinta dan iman seorang perempuan terhadap Rasulullah SAW, meski harus melalui ujian berat.
Perempuan dan Kajian Langsung di Zaman Rasulullah
Satu kisah yang terekam dalam kitab Uqudul Lujain menceritakan seorang perempuan yang keluar rumah untuk mengikuti kajian Rasulullah bersama para sahabat. Di tengah jalan, ia berpapasan dengan seorang pemuda yang bertanya ke mana arah tujuannya.
Sang perempuan menjawab dengan mantap, “Aku ingin duduk di dekat Nabi Muhammad SAW dan mendengarkan langsung kajiannya.” Ini adalah bukti nyata bahwa sejak awal, perempuan memiliki ruang untuk belajar agama secara langsung dari Rasulullah.
Ujian Cinta: Antara Niqab dan Rasa Takut
Dalam kisah itu, pemuda yang ditemui sang perempuan menantangnya untuk membuka niqab jika benar-benar mencintai Rasulullah.
Perempuan itu pun bersumpah atas nama cintanya kepada Nabi dan membuka niqab di hadapan pemuda tersebut. Peristiwa ini menciptakan kegelisahan dalam rumah tangganya ketika ia menceritakan hal tersebut kepada sang suami.
Ujian Kedua: Membuktikan Cinta Lewat Api
Suami dari perempuan itu merasa terguncang. Ia ingin menguji sejauh mana cinta istrinya kepada Rasulullah. Maka, ia menyalakan tungku api dan memintanya masuk ke dalamnya jika benar-benar mencintai Nabi. Tanpa ragu, sang istri melangkah masuk ke dalam api.
Namun keajaiban terjadi. Ketika sang suami kembali atas perintah Rasulullah SAW untuk memadamkan api, ia mendapati istrinya tidak terbakar, melainkan sedang mandi keringat seolah berada dalam air hangat. Ini adalah bukti karomah dan keteguhan iman yang luar biasa.
Pesan Moral: Kepatuhan Tidak Membabi Buta
Kisah ini menyiratkan pelajaran mendalam: perempuan tidak boleh mengikuti perintah suami jika perintah tersebut membawa pada kemudharatan atau melanggar ajaran agama. Kepatuhan dalam rumah tangga harus tetap berada dalam batas syariat.
Dalam Islam, ketaatan bukanlah kepasrahan buta. Istri boleh menolak perintah suami jika itu menyalahi hukum Allah. Ini juga menunjukkan bahwa dalam Islam, perempuan memiliki akal dan kehendak yang dihargai.
Kisah Sufi: Menyaring Cahaya Palsu
Di bagian lain, kitab ini juga memuat kisah Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang mendapati dua cahaya besar mengaku sebagai Allah. Namun dengan ketajaman imannya, beliau mengetahui bahwa itu hanyalah tipu daya iblis. Ini mempertegas bahwa Allah tidak akan menghalalkan sesuatu yang telah Ia haramkan sebelumnya.
Kisah ini mengajarkan bahwa dalam perjalanan spiritual, setan bisa datang dalam bentuk apapun—bahkan yang tampak bercahaya dan suci. Maka, diperlukan ilmu dan keimanan yang kuat untuk membedakan kebenaran dari tipuan.
Wali Allah dari Kalangan Perempuan
Menariknya, di akhir kitab Mambaus Sa’adah, disebutkan bahwa ada wali Allah dari kalangan perempuan. Ini menegaskan bahwa kewalian tidak bergantung pada jenis kelamin, melainkan pada kualitas iman dan amal seseorang.