Rawat Tradisi, LTMNU MWCNU Sukodono Syawalan ke Pengasuh Pesantren di Mojokerto dan Jombang

SUKODONO, nusidoarjo.or.id | Keluarga Besar Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU) didampingi sejumlah pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Sukodono melestarikan tradisi syawalan dengan bersilaturrahmi ke sejumlah kiai pengasuh pesantren yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang, Ahad (20/04/2025).

Ketua MWCNU Sukodono, H Fathul Ibad dalam kesempatan tersebut mengatakan, salah satu pesantren yang menjadi tujuan silaturrahmi kali ini yakni KH Ahmad Siddiq, pengasuh Pesantren Nurul Islam (Nuris) Mojokerto.

“Kegiatan ini rutin diadakan setiap tahun secara mandiri oleh LTMNU MWCNU Sukodono yang diikuti sejumlah pengurus takmir masjid NU se-Kecamatan Sukodono. Adapun tujuannya agar selalu dekat dengan para ulama (kiai) sekaligus ngalap barokah (mencari keberkahan),” katanya kepada tim NU Delta.

Sementara, pengasuh Pesantren Nuris, KH Ahmad Siddiq dalam sambutannya menuturkan, silaturrahmi seperti ini sungguh luar biasa jika dilandasi dengan motivasi dan tujuan ingin membangun kedekatan dengan ulama (kiai).

“Betapa pentingnya kita membangun kedekatan, mendengar kalam hikmah, sami’na dan waatho’na dengan ulama. Pesantren Nuris ini besar menurut saya karena barokahnya ulama. Mendengarkan dawuhnya para ahli hikmah, maka Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Kiai Siddiq berpesan, apabila menjadi pengurus Nahdlatul Ulama (NU), termasuk lembaga serta badan otnom (banom) agar diniatkan untuk memperbaiki diri dengan mencari berkahnya NU dan para muassis NU.

“Bukan memperbaiki NU, karena NU itu sudah baik dan keramat. NU itu yang mendirikan adalah para wali dan orang-orang shaleh terdahulu,” ujarnya.

Di sisi lain, terkait ketakmiran masjid, Kia Siddiq mengemukakan, menjadi takmir masjid itu sungguh mulia, karena seorang takmir masjid itu adalah orang yang mulia dan akan dimuliakan oleh Allah, karena masjid itu adalah rumah Allah.

Baca Juga  PCNU Sidoarjo Award 2022 Beri Penghargaan Kepada Sekolah Terbaik

“Sungguh masjid itu dibangun harus diatas pondasi membangun ketaqwaan diri dan umat islam. Takmir masjid harus cerdas, cirinya adalah yang paling pintar menghabiskan uang masjid (untuk pembangunan),” tegasnya.

Kalau ada uang kas di masjid hendaknya langsung dihabiskan, karena uang yang dikelola oleh masjid adalah sedekah jariyah umat. Jangan sampai, kalau ada jamaah masjid beramal jariyah kemudian disimpan atau dikumpulkan dulu.

“Menunggu terkumpul banyak baru kemudian diwujudkan, takmir seperti ini termasuk tidak sepenuhnya amanah. Ingat, jariyah itu artinya mengalir, apa yang dijariyahkan oleh jamaah harus segera ditasharrufkan supaya pahalanya bisa cepat mengalir,” tandas Kiai Siddiq.

Meskipun jariyah yang masuk ke masjid hanya sebesar Rp10 ribu bisa langsung diwujudkan berupa program masjid yang besar. Takmir masjid yang cerdas programnya harus besar seperti membangun peradaban umat, menjadikan masjid sebagai simpul syiar, ibadah dan pembangunan peradaban umat Islam.

“Walaupan jariyah yang masuk hanya Rp1.000 harus segera diwujudkan, misalkan dengan membuat program lembaga pendidikan sebagai sentral peradaban umat. Maka, masjid manakala dipimpin oleh seorang takmir yang visioner, Insya Allah masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah maktubah, tapi masjid akan mampu menjadi simpul munculnya peradaban umat dan kemajuan Islam,” tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *