Pada bagian pertama, telah dipaparkan salah satu kunci kelapangan Rizki yakni dengan proaktif menggalakkan jaringan silaturahmi terutama menyambung tali – tali persaudaraan yang pernah terputus.
Pada tulisan kedua ini, mengutip satu riwayat lagi yang lebih gamblang dan praktis terkait seni melapangkan dan mengelola Rizki.
إن اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يبتلي عَبْدَهُ بِمَا أَعْطَاهُ فَمَنْ رضي بِمَا قَسَمَ الله عز وجل له بَارَكَ الله له فيه وَوَسَّعَهُ وَمَنْ لم يَرْضَ لم يُبَارِكْ له ولم يزده على ما كتب له. رواه أحمد والبيهقي.
Makna Hadits secara umum :
Sesungguhnya Allah menguji hambanya dengan memberinya rizki ( yang barangkali masih dianggapnya kurang ). Barangsiapa yang menerima dan puas atas Rizki yang telah diberikan oleh Allah (yang dianggapnya sedikit itu) maka Allah akan memberkahinya dan melapangkan (hidupnya). sebaliknya, barangsiapa yang tidak puas (rela/menerima) atas Rizki tersebut, maka Allah akan mencabut keberkahan dari rizkinya dan tidak akan menambahkan lagi kecuali apa yang menjadi bagiannya.
Dari riwayat yang agak panjang itu, kami menemukan beberapa informasi kunci tentang kelapangan Rizki :
Pertama, mengelola Rizki yang telah diberikan oleh Allah kepada kita tidak kalah pentingnya dari pada menambah dan meningkatkan Rizki! mengingat kebanyakan orang yang cara berpikirnya lebih banyak terfokus pada penambahan aset dan bukan pemanfaatan aset dan SDM yang sudah ada.
Kata kunci kedua adalah sikap menerima dengan Rizki yang telah kita terima dan bersabar (merelakan) atas rizki-rizki yang sedang kita damba-dambakan namun belum kita terima . Ketiga, untuk memiliki sifat yang sabar, neriman, dan tidak mudah mengeluh tentunya butuh proses yang bisa jadi panjang tapi bisa juga pendek, tergantung usaha kita dalam mengelola semuanya. Dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa setiap orang akan menerima hasil dari usaha dan perjuanganya.
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَىٰ. (النجم : 39).
Bahwasanya, setiap hasil usaha dan ikhtiar yang telah dilakukan oleh setiap orang, tak lain dan tak bukan adalah untuk dirinya sendiri. ( An Najm : 39).
Ayat ini benar-benar mewanti-wanti kita agar tidak berhenti dan putus asa. Sebab , cepat atau lambat kita akan menemukan hasilnya tergantung bagaimana cara kita berusaha, berproses dan mengelola setiap potensi yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita. Hasil usaha itu tidak melulu berupa materi duniawi tapi juga bisa berupa sesuatu yang Ruhani dan ukhrowi.
Oleh karenanya, Rizki menjadi sesuatu yang memang misteri dan sebenarnya diluar kontrol manusia. Kita hanya diberi sedikit ruang untuk merumuskan, mengkaji, dan mengelolanya. Kita tidak bisa menentukan Rizki, kita hanya memohon, berusaha dan menerimanya. Hal ini diisyaratkan oleh Al Qur’an dalam surat Al – Dzariyat ayat 22 :
وَفِي السَّمَاء رِزْقكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ.
Dan ( renungkanlah) bahwa Rizki kalian dan segala sesuatu yang telah dijanjikan (untuk kalian) letaknya ada di langit.
Mengomentari ayat ini, kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa kata “Langit” bermakna hujan dan apa yang ditimbulkan darinya berupa aneka warna tumbuhan yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Artinya, setiap manusia telah diberi jatah sesuai kebutuhan masing-masing dan tidak mungkin kekurangan asal ia mau mengikuti “titah langit” dan meyakini janji-janji Allah yang telah di gariskan dalam kitab suci dan Sunnah Nabi.
Pada titik inilah, jika kita benar-benar yakin dan terus mengikuti petunjuk Nabi dalam mengelola Rizki maka kita akan benar-benar menemukan “keberkahan” sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Nabi dalam riwayat diatas.
Bersambung.
Penulis : Sholah Muhammad, Sekretaris Aswaja NU Center Sidoarjo
Editor : Boy Ardiansyah