Rumus Kelapangan Rizki dalam Bingkai Kecerdasan Nabawi

Sebuah riwayat menyebutkan:

مَن أَحَبَّ أن يُبْسَطَ له في رزقِه ، وأن يُنْسَأَ له في أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَه.

Makna hadits:

“Barang siapa ( pribadi maupun kelompok) yang mendambakan  kelapangan rizki, kebugaran fisik dan   panjang usia, maka hendaklah menyambung tali asih ( silaturahim),”

Dari riwayat diatas,  setidaknya kita bisa mengambil beberapa pelajaran berikut:

1- Ketika anda sedang menyambung, berarti ada sesuatu yang terputus, maka dibutuhkan usaha berupa penyambungan dan penghubungan. Dalam dunia bisnis, jaringan kemitraan adalah nomor satu, akan tetapi tidak semua orang perlu kita sambung. Kita harus memilih dan memilah agar tidak salah dalam berjejaring.

2- Jika dalam dunia bisnis harus selektif (berhati-hati)  dalam memilih mitra kerja, maka tidak demikian dalam hubungan kekerabatan. Semua kerabat keluarga harus kita sambung sebagai bakti kita pada orang tua dan agama. Jika kerabat yg ingin kita sambung menolak,  maka kewajiban kita sudah gugur, karena tugas kita hanya menyambung, dan  kita tetap dianjurkan menyambungnya dengan doa.

Artinya, meskipun orang lain memutus tali silaturahim, kita tidak boleh ikut-ikutan memutusnya, tapi tetap membuka pintu perdamaian denganya. Hal inilah yang diajarkan nabi ketika membangun pondasi ukhuwah Islamiyyah pada masa-masa awal hingga pada puncaknya menyambungkan tali persaudaraan antara sahabat Muhajirin dan Anshor yang menjadi kekuatan utama dalam merebut kota Makkah.

3. Jika pemahaman dari riwayat di atas kita balik, maka akan memberi kesan ancaman bagi mereka yang suka berbuat onar, menipu dan memutuskan tali pertemanan,  bisa jadi  rizkinya akan dipersempit. Dan yang mempersempit bukan orang lain, tapi dirinya sendiri.

4- Dalam hadits tersebut, nabi tidak menjanjikan  iming-iming rizki yang “banyak” ! tapi rizki yang “lapang”.

Baca Juga  Penghulu Viral KH Anas Fauzie Terangkan Pentingnya Memiliki Amalan Rutin

Apa bedanya rizki lapang dengan rizki banyak?

Rizki lapang artinya melebar, meluas, dan mendalam,  polanya seperti bentuk sumur atau mata air .

sedangkan rizki “banyak” sifatnya meninggi dan menumpuk-numpuk aset untuk memperkaya diri yang rawan roboh dan menimpa orang-orang disekitarnya. Pola semacam ini  kesanya ambisius, egois dan eksploitasi. ( Baca surat Al Takaatsur).

Memang tidak menutup kemungkinan, ada  orang yang asetnya banyak dan hidupnya luas. Tapi maksud utama dari hadis diatas lebih menitik beratkan pada program pemberdayaan bersama, kerukunan, gotong royong, dan saling membantu. Bukan saling bersaing dan saling menjatuhkan. Karena semangat utama Islam adalah menjaga keamanan publik dan meredam potensi konflik.

Bersambung. .

 

Penulis   :   Sholah Muhammad, Sekretaris Aswaja NU Center Sidoarjo

Editor    : Boy Ardiansyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *