Seberapa Panjangkah Shaf Awal Dalam Shalat?

Oleh Muh. Fiqih Shofiyul Am

Tim LBM MWC NU Tanggulangin dan Tim Aswaja Nu Center PCNU Sidoarjo

Seringkali imam jamaah mengingatkan untuk merapatkan barisan dan mengisi kekosongan barisan didepan terlebih dahulu sebelum membuat barisan yang baru, hal ini dilakukan tidak hanya dalam jamaah shalat maktubah saja, akan tetapi disetiap fardhu ataupun sunnah yang dilakukan dengan jamaah, baik wajib dilakukan dengan jamaah sebagaimana shalat jumat atau yang sunnah berjamaah sebagaimana shalat hari raya, baik jamaah yang diakukan dimasjid ataupun diluar masjid seperti mushalla dan lapangan.

Namun, problematika yang muncul dimasyarakat adalah ketika mereka menentukan sebatas mana kriteria shaf awal dalam jamaah, mengingat mengisi shaf awal terlebih dahulu adalah suatu nilai tambahan dalam ibadah shalat jamaah yang mempunyai keutamaan spesial dibandingkan dengan shaf setelahnya sebagaimana banyak diketahui dari hadits dan perkataan para ulama.

Menimbang model kontruksi bangunan tempat ibadah umat Islam di nusantara kebanyakan berbentuk rongga ruangan yang berada di inti bangunan yang dipisahkan oleh tembok sehingga menyisakan beberapa ruang kosong disekeliling bagian tengah tersebut yang sering disebut sebagai serambi, ruang tengah tersebut sering kali diberikan fasilitas yang lebih nyaman dari pada serambi entah dengan memasang AC atau dengan permadani yang nyaman, sehingga membuat para jamaah lebih memilih untuk beribadah didalam dari pada memilih untuk mengisi shaf awal meskipun berada di serambi.

Problematika ini tidak lepas dari sorotan LBM PCNU Sidoarjo, pembahasan yang terkait problematika tersebut memfokuskan kepada esensi status shaf awal itu sendiri menurut dialektika ulama syafiiyah memandang madzhab yang dianut oleh mayoritas masyarakat nusantara adalah Syafi’i, meskipun dalam ruang lingkup syafi’iyah sendiri tidak menutup adanya perdebatan diantara para pakarnya.

Baca Juga  Kultum Ramadhan, Yuli Rochmatu Hidayah Jelaskan Makna Taqwa

Mausu’ah fiqhiyah kuwait juz 28 halaman 32-33 menyebutkan setidaknya ada tiga diskursus dalam permasalahan substansi shaf awal, pertama, menurt mayoritas ulama barisan yang berada tepat dibelakang imam baik terpisah oleh minbar, pilar, tembok atau yang lain, baik yang mengisi adalah orang yang datang pertama atau terahir, dalam arti shaf awal disini adalah posisi barisan makmum, bukan orang yang pertama kali datang, kedua, menurut sebagian ulama seperti al-Ghazali hampir sama dengan pendapat pertama hanya saja terdapat catatan pembeda yakni tidak terpisah oleh bentuk bangunan apapun, ketiga, menurut sebagian yang lain seperti Bisyr bin Harits mengartikan shaf awal sebagai pelaku atau orang yang datang pertama kali ditempat shalat meskipun dia berada di shaf yang paling akhir.

Ketiga pendapat tersebut tentu pasti telah dikomentari dan dikaji ulang oleh para ulama, al-Nawawi dalam Syarh Sahih Muslim juz 13 halaman 127 mengklaim bahwa pendapat pertama adalah yang paling sahih sesuai dengan tekstualisasi hadits dan pendapat para Muhaqqiq madzhab, sedangkan dua sisanya menurut al-Nawawi adalah pendapat yang salah dan tujuan al-Nawawi menyertakan dua pendapat yang lain hanya karena menunjukkan bahwa keduanya adalah salah dan agar masyarakat muslim tidak terpengaruh terhadap kesalahan itu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *