i
Oleh: Nawawi A. Manan
Nama lengkapnya Kiai Samsuri, tetapi ia lebih terkenal dengan sebutan “Yai Suri”. Sebutan itu sangat tepat karena suri (sisir) adalah perangkat untuk merapikan rambut, berkonotasi posistif.
Sebutan “Yai Sam” memang lebih keren, tetapi kurang bagus karena bisa diidentikkan dengan penyanyi pop era 1980-an: Syam Bimbo dan Sam D’Lloyd, atau Paman Sam.
Anda masih ingat pada wajah Emil Salim? Hampir seperti itulah wajah Yai Suri. Memang lebih ganteng Emil Salim, tetapi wajah Yai Suri lebih bening dan senyumnya tulus, benar-benar tulus.
Senyum itu tidak hanya pantulan keramahan, tetapi juga optimisme, sebagai ekspresi keikhlasan dalam menerima setiap ketetapan Tuhan. Senyum itu juga cermin bahwa Yai Suri selalu bersikap khusnu zhan terhadap siapa dan apa pun, apalagi kepada Tuhan.
Yai Suri bukan ulama sekaliber Mbah Kholil Bangkalan atau Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Karena itu, Anda tidak akan dapat menemukan namanya dalam buku sejarah mana pun. Namanya hanya tercatat dalam buku harian yang saya tulis pada awal 1980-an, yang kemudian tercecer entah di mana, bersama klipingan cerpen dan puisi-pusi saya ketika saya melaksanakan tugas jurnalistik di wilayah eks Karesidenan Besuki.
Assalamualikum wr wb,
Dear admin,
Mohon maaf kami mau tanya, bagaimana cara membuat kartu NU? Kami warga bangah gedangan sidoarjo.
Mohon petunjuk barangkali harus menghubungi siapa
Best regards
Capt. Dimas yanuar istanto, S.SIT, M.Mar
Bisa menghubungi ranting NU di desa/kelurahan setempat.