TARIK, nusidoarjo.or.id | Pasca musibah yang dialami oleh rombongan study tour SMK Lingga Kencana, Depok. Marak perbincangan dalam skala nasional, ‘apakah perlu study tour dilaksanakan?’
Study Tour; Tekankan Pada Studi Bukan Rekreasi
Masa anak-anak adalah masa bersenang-senang, tradisi study tour di sekolah untuk kelas VI MI/SD, IX SMP/MTs dan XII SMA/SMK sudah berjalan cukup lama.
Karena sudah menjadi tradisi, siswa yang duduk di kelas VI, IX dan XII selalu menunggu pelaksanaan study tour.
Pengalaman saya sendiri saat kelas IX MTs, pernah wacana study tour ke Bali digagalkan oleh madrasah, tentu saat itu saya tidak mengetahui apa sebabnya.
Kala itu hampir semua siswa protes agar tetap dilaksanakan. Pada akhirnya madrasah tetap melaksanakan namun tidak ke Bali melainkan ke Yogyakarta dan bersifat tidak wajib, artinya boleh tidak ikut.
Dari pengalaman penulis di atas, adalah bukti senangnya rekreasi bersama teman-teman sekolah sebelum berpisah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saat ini saya mengajar di MI dan SMP yang merasakan desakan dari siswa terkait rekreasi.
Bahkan baru masuk kelas 6, siswa sudah mulai banyak pertanyaan mengenai study tour.
“Pak study tournya ke Yogyakarta ya?”, “ke Bali saja?”, “Pak yang ada tempat renangnya ya?”. Begitulah gambaran pertanyaannya.
Tentu saya faham, kemauan yang tinggi dari siswa tidak selalu sebanding dengan kemauan orang tua. Ada orang tua yang ikut-ikut saja asal anaknya senang, meski dirinya juga untuk membayar harus berhutang.
Ada yang sama-sama semangat dengan anaknya hingga orang tuanya ingin ikut dan ada yang tidak setuju karena beranggapan biayanya mahal hingga merasa menguntungkan gurunya karena bisa rekreasi gratis.