Tantangan Pengasuhan di Era Digital: Refleksi Kritis Serial Netflix Adolescence dalam Perspektif Parenting Islam

Penulis : Elvandari Solina Astandi, S.Pd (Guru SMPI Tanwirul Afkar)

Di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat, tantangan baru muncul bagi para orang tua, khususnya dalam mendampingi anak-anak yang tumbuh sebagai generasi digital. Serial Adolescence, drama Netflix yang trending pada bulan lalu dan meraih banyak perhatian, menyuguhkan potret nyata dan menyentuh tentang remaja yang terjebak dalam dunia digital yang gelap dan penuh tekanan. Serial ini tak hanya menggugah dari sisi sinematik, tetapi juga menjadi bahan refleksi yang mendalam dalam upaya pengasuhan, terutama bagi keluarga Muslim, yang menjadikan Al-Qur’an dan teladan Rasulullah ﷺ sebagai pedoman.

Serial Adolescence menyoroti perjalanan Jamie, seorang remaja laki-laki yang introvert, kesepian, dan haus akan pengakuan. Dalam pencarian jati dirinya, Jamie akhirnya terjerumus ke dalam komunitas daring yang dikenal sebagai “manosphere” — ruang maya yang dipenuhi pandangan misoginis, kebencian, dan kekerasan verbal. Jamie menjadi representasi dari banyak remaja masa kini yang kesulitan menemukan tempat dalam dunia nyata, lalu mencari pengganti di dunia maya, yang justru memperparah krisis identitasnya.

Salah satu refleksi yang menggelitik dari serial ini adalah ketika Jamie, yang begitu mengidolakan ayahnya, justru merasa tak mendapatkan dukungan emosional. Sang ayah terlihat malu terhadap putranya yang dianggap “berbeda” dan sulit dipahami. Pola komunikasi yang kaku dan minim empati menjadi pemicu jarak yang semakin melebar antara anak dan orang tua, mempercepat kerentanan Jamie terhadap pengaruh eksternal.

Tekanan dari teman sebaya dan norma media sosial juga digambarkan secara kuat. Jamie terus-menerus merasa dirinya tidak cukup baik. Ia ingin dianggap, ingin diterima, dan ingin diakui. Inilah potret keputusasaan remaja yang tidak mendapatkan ruang aman untuk tumbuh secara sehat. Serial ini, yang direkam dengan teknik one continuous shot, menyajikan alur cerita yang intens dan emosional.

Baca Juga  Idul Fitri, AI dan Manajemen Sumber Daya Insani

Serial Adolescence mengirim pesan kuat bahwa remaja tidak cukup hanya diberi aturan, tapi perlu bimbingan dan empati, ruang aman untuk berbicara, dan komunitas positif yang membangun. Tanpa itu, mereka bisa mudah terseret pada kelompok-kelompok ekstrem di dunia maya yang tampak menawarkan solidaritas, tetapi manipulatif.

Ini menjadi peringatan bagi para orang tua, guru, dan komunitas bahwa pengasuhan di era digital telah berubah secara signifikan. Pola pengasuhan saat ini tidak hanya menyentuh aspek fisik dan emosional semata, tetapi juga harus mencakup dimensi digital. Orang tua perlu menjadi pendamping, bukan pengawas yang menghakimi. Mereka perlu hadir sebagai pendengar yang aktif, bukan sekadar pemberi nasihat.

 Parenting Islam: Teladan dari Rasulullah ﷺ dan Al-Qur’an

Islam telah jauh hari memberi panduan luar biasa dalam mendampingi anak-anak, termasuk remaja laki-laki yang sedang mencari jati diri. Rasulullah ﷺ sendiri menjadi teladan utama dalam hal ini. Lihatlah bagaimana beliau membina Usamah bin Zaid, yang di usia remaja dipercaya memimpin pasukan. Ini menunjukkan kepercayaan Rasul terhadap potensi remaja, sekaligus cara beliau menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab sejak dini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *