Rukyatul Hilal yang dilakukan oleh Lembaga Falakiyah (LK) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sidoarjo tidak berhasil melihat hilal karena posisi awan tebal. Hal tersebut disampaikan ketua LF PCNU Sidoarjo Ustadzah Choirul Anam dalam keterangan pers di lantai 10 Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Sidoarjo, Rabu (22/03/2023) sore. Rukyatul Hilal dilakukan bekerjasama dengan Kemenag Sidoarjo dan komunitas astronomi Surabaya.
“LK PCNU Pasuruan di Sidoarjo sudah berhasil melihat hilal. Di Condrodipo Gresik juga berhasil. Disini awannya tebal, ” ujarnya.
Ustadz Choirul Anam mengatakan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan NU memakai metode rukyatul hilal karena sesuai dengan hadist nabi yang mewajibkan umat Islam untuk berpuasa ketika melihat hilal.
“Jika hilal tidak terlihat karena mendung maka bulan Syaban disempurnkan tiga puluh hari, ” ujarnya.
Metode rukyatul hilal untuk menetapkan awal dan akhir bulan qomariyah juga telah diputuskan pada Muktamar NU ke-29 tahun 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Keputusan muktamar tersebut terus dievaluasi sampai di muktamar ke-34 Lampung memutuskan tinggi hilal minimal harus dua derajat. Sementara tiga derajat sudut elongasi (sudut diagonal bulan dan matahari) dan umur bulan harus delapan jamjam setelah ijtima.