Penulis : Rahmad Sugianto, M.Pd.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMA Wachid Hasyim 2 Taman
Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kabupaten Sidoarjo
Keputusan pemerintah untuk menghidupkan kembali Ujian Nasional (UN) pada tahun 2025 telah memicu diskusi hangat di kalangan pendidik, siswa, dan orang tua. Banyak yang mempertanyakan relevansi UN di era pendidikan yang menekankan pembelajaran berbasis kompetensi dan karakter. Namun, jika ditelaah lebih dalam, kembalinya UN dapat dilihat sebagai upaya untuk mengembalikan standar akademik nasional yang sempat kabur dalam beberapa tahun terakhir.
Sejak UN dihapus pada tahun 2021 dan digantikan dengan Asesmen Nasional (AN), sekolah diberikan kebebasan dalam menentukan evaluasi akhir siswanya. Tanpa standar baku, perbedaan kualitas antar sekolah menjadi semakin nyata. Menurut Suke Silverius dalam artikelnya “Kontroversi Ujian Nasional Sepanjang Masa” (2010), UN berfungsi sebagai alat ukur yang akurat untuk mengetahui kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia secara menyeluruh. Dengan kembalinya UN, kita memiliki alat ukur yang lebih objektif untuk menilai kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
Selain itu, UN dapat mengembalikan semangat kompetitif yang mulai luntur di beberapa sekolah. Tanpa adanya ujian berskala nasional, beberapa sekolah cenderung lebih longgar dalam menilai siswanya. Hal ini dapat menyebabkan inflasi nilai rapor tanpa mencerminkan kemampuan riil siswa. Jika dibiarkan, ini bisa berujung pada ilusi prestasi yang menyesatkan.
Marwah apa?? Memangnya marwah pendidikan itu apa?? Bikin siswa stress??