SIDOARJO, NU Delta | Mu’adz bin Jabal, seorang pemuda dari suku Khazraj, Madinah, telah mengukir namanya dalam sejarah Islam sebagai salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW yang paling berilmu. Ia memeluk Islam pada usia 18 tahun dan sejak saat itu, semangatnya dalam menuntut ilmu agama begitu besar. Kecerdasannya membuat ia cepat memahami dan mendalami syariat Islam, hingga ia dikenal sebagai salah satu sahabat yang paling ahli dalam ilmu fiqih.
Teladan dalam Berijtihad dan Berdakwah
Kedekatan Mu’adz dengan Rasulullah SAW memungkinkannya belajar langsung dari sumbernya. Suatu ketika, Rasulullah SAW menguji kebijaksanaannya sebelum mengutusnya berdakwah ke Yaman.
“Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara apabila diajukan kepadamu?” tanya Rasulullah.
Mu’adz menjawab dengan mantap, “Aku akan memutuskan dengan Kitab Allah.”
“Jika tidak engkau temukan dalam Kitab Allah?” tanya Rasulullah lagi.
“Aku akan memutuskan dengan Sunnah Rasulullah,” jawab Mu’adz.
“Jika tidak engkau temukan dalam Sunnah Rasulullah?”
“Aku akan berijtihad dengan pendapatku sendiri,” jawabnya, penuh keyakinan.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW menepuk dada Mu’adz seraya memuji Allah yang telah memberikan taufik kepada utusan-Nya. Kisah ini menjadi pelajaran penting tentang keberanian dan tanggung jawab dalam berijtihad.
Meski berilmu tinggi, Mu’adz dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Ia pendiam dan hanya berbicara saat diperlukan, namun setiap perkataannya selalu bernilai dan penuh hikmah. Di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ia sering menjadi rujukan bagi hadis-hadis yang membingungkan, dan fatwanya selalu menenangkan hati.
Hikmah di Balik Kehidupan yang Singkat
Nama Mu’adz bin Jabal semakin harum, dihormati oleh kaum muslimin. Namun, perjalanan hidupnya tidak panjang. Ia wafat pada tahun 18 Hijriyah di usia 33 tahun karena wabah penyakit di wilayah Syam. Kepergiannya menjadi duka mendalam, bahkan bagi Khalifah Umar bin Khattab yang sangat kehilangan sahabat muda nan cerdas itu.
Dari kisah Mu’adz, kita bisa memetik banyak pelajaran berharga. Usia muda bukanlah penghalang untuk berprestasi dan bersemangat menuntut ilmu. Keberaniannya berijtihad dan berdakwah menjadi teladan, sedangkan kerendahan hatinya menunjukkan kemuliaan akhlak. Mu’adz membuktikan bahwa kualitas hidup lebih utama daripada panjang usia, sebab namanya tetap dikenang sepanjang sejarah sebagai salah satu ulama muda yang paling berilmu dan berbakti.
Sumber :
Al-Ghazali, Muhammad. Fikih Sirah. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Shalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 2003.
Ramadhan, A. (2018). Biografi Sahabat Nabi: Kehidupan, Perjuangan, dan Teladan. Jakarta: Pustaka Azzam.