SIDOARJO, NU Delta | Sebagaimana tersebutkan dalam studi keislaman, thariqah merupakan salah satu jalan spiritualitas (dalam Islam). Sedangkan dalam praktiknya di Indonesia, thariqah memiliki sejarah yang cukup panjang. Tercatat seiring dengan masuknya agama Islam ke Indonesia, thariqah turut berkembang dengan pesatnya. Diantara thariqah utama yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia pada umumnya mulai dari thariqah Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Syadziliyah, dan Syattariyah.
Perkembangan thariqah di Indonesia ini tidak terlepas dari peran ulama sufi dan tokoh-tokoh agama yang menyebarkan ajaran Islam dengan pendekatan tasawuf.
Kehadiran thariqah ini berperan sangat sentral untuk membina akhlak, spiritualitas, mengajarkan nilai-nilai keagamaan dan lain sebagainya.
Dalam konteks kehidupan modern saat ini, meskipun ada berbagai pandangan terkait dengan thariqah. Namun, thariqah itu sendiri tetap menjadi bagian terpenting dari praktik keagamaan bagi sebagian masyarakat Indonesia pada umumnya.
Dan, sangat menarik juga untuk kita perhatikan secara seksama terkait berdirinya organisasi thariqah yang ada di Indonesia. Tujuan utamanya agar kita tidak salah paham dan menimbulkan perselisihan serta meretakkan tali persaudaraan.
Yakni, sebagai titik awalnya pada tahun 1957 JATM (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah) berdiri. Sebagai organisasi thariqah pertama kali berdiri di indonesia.
Seiring dengan perjalanan dan perkembangannya pada tahun 1975 diadakannya Muktamar di Madiun. Dan, pada waktu itu juga adanya kejadian keberpihakan politik JATM ke Golkar. Adanya suhu politik ini menyebabkan perseteruan sebagian Kiai-Kiai thariqah yang berafiliasi ke partai Ka’bah (PPP) yang menimbulkan kemarahan dan tidak terima menyaksikan hal itu. Sehingga mengakibatkan memutuskan diri dari JATM untuk mendirikan JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah) sebagai wadah berthariqahnya dikemudian hari.
Sedangkan tepatnya pada tahun 1979, JATMAN ini diresmikan dan diakui menjadi salah satu Banom PBNU. Di sisi lain sebagai respon atas berdirinya JATMAN ini, pihak Kiai Mustain Romli memberi nama JATM yang lama menjadi JATMI (Jam’iyyah Ahlith thariqah al-Mu’tabarah Indonesia) demi kemaslahatan ke depannya.
Pada akhirnya JATMAN dan JATMI berdiri dan berjalan sendiri-sendiri hingga tahun 2025 ini dibawah nahkoda para tokoh thariqah masing-masing.
JATMAN dipimpin oleh Habib Luthfi bin Yahya, Habib Umar Muthohar, dan kiai Chalwani. Sedangkan tokoh pembesar JATMI salah satunya adalah Kiai Chalwani, Kiai Tauhid, dan Gus Nuril. Kiai chalwani sendiri juga ada di JATMAN, beliau ada di dua organisasi thariqah tersebut.
Selang berlalu, Ketika JATMAN di bawah kepemimpinan Habib Luthfi bin Yahya ini terjadi perseteruan kembali. Termasuk salah-satu alasannya perseteruan ini adalah karena nasab dan lain sebagainya. Sehingga pada akhirnya JATMAN diakuisisi oleh PBNU dan akhirnya dipimpin oleh Kiai Chalwani dan Kiai Ali Masykur Musa saat ini.
Sebagai misi tandingannya Habib Luthfi bin Yahya membuat sendiri wadah berthariqahnya dengan nama JATMA ASWAJA (Jam’iyyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah Ahlussunnah Wal Jama’ah). Dengan tujuan utamanya untuk mengakomodir jaringan murid maupun circle mursyid yang sudah dibentuk Habib Luthfi bin Yahya supaya tidak hilang mengurai begitu saja. Mengingat jaringan thoriqohnya ini sudah mengakar dan menyebar di seluruh pelosok Indonesia khususnya bahkan luar negeri.